26 Maret 2024
Jakarta – Penerimaan pajak turun 3,7 persen year-on-year (yoy) untuk tahun berjalan hingga 15 Maret, kata Kementerian Keuangan, akibat pengembalian pajak yang dilakukan perusahaan atas kinerja bisnis yang lebih buruk dari perkiraan tahun lalu.
Pemerintah membukukan pendapatan pajak sebesar Rp 342,9 triliun (US$21,69 miliar) dari Januari hingga 15 Maret. Kementerian mengaitkan kenaikan pembayaran pajak dengan merosotnya harga komoditas global yang dimulai tahun lalu.
“Pendapatan pajak kami mendapat banyak tekanan tahun lalu karena harga komoditas mulai turun,” Menteri Keuangan Shri Mulyani Indravati mengatakan pada konferensi pers pada hari Senin.
Perusahaan yang beroperasi di Indonesia membayar pajak penghasilan badan setiap bulan berdasarkan penilaian yang ditentukan oleh formula yang diuraikan dalam undang-undang perpajakan negara tersebut.
Pada akhir setiap tahun kalender, beberapa perusahaan mungkin telah membayar lebih dari jumlah utang sebenarnya melalui penilaian bulanan, yang berarti mereka berhak mendapatkan pengembalian pajak. Sementara itu, perusahaan lain mungkin dibayar rendah dan harus membayar selisihnya.
Dalam dua setengah bulan pertama tahun 2024, pemerintah membayar pajak sebesar Rp 13,1 triliun. Tidak termasuk pengembalian dana, pendapatan pajak naik 5,7 persen, data kementerian menunjukkan.
Sri Muliani mengatakan, per 15 Maret lalu, pajak penghasilan badan telah disesuaikan melalui “revisi tajam”, dengan penerimaan pajak yang disesuaikan turun 10,6 persen menjadi Rp 55,91 triliun. Sebaliknya, negara ini mengalami pertumbuhan pendapatan pajak tahunan. 43,3 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Pajak penghasilan badan menyumbang 16,31 persen dari total penerimaan pajak, sehingga merupakan sumber penerimaan ketiga terbesar setelah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan pegawai.
“Tekanan terhadap bauran penerimaan negara dan revisi harga komoditas perlu kita waspadai,” kata Sri Mulyani.
PPN, yang menyumbang hampir 19 persen dari total penerimaan pajak, mengalami penurunan sebesar 25,8 persen. Sementara itu, penerimaan pajak penghasilan karyawan meningkat dari tahun ke tahun.
Pemungutan pajak secara sektoral menggambarkan dampak penurunan harga komoditas terhadap penerimaan negara.
Penerimaan pajak dari sektor manufaktur menurun sebesar 12,3 persen, berbeda dengan pertumbuhan sebesar 34,7 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Sektor pertambangan memberikan kontribusi penerimaan pajak sebesar 26,8 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terutama disebabkan oleh revisi harga batu bara, yang juga merupakan ekspor utama negara.
“Selain sektor-sektor tersebut, misalnya konstruksi, jasa keuangan, transportasi, komunikasi, semuanya relatif sehat,” kata Sri Mulyani.
Harga komoditas yang lebih rendah telah menarik pendapatan dari bea ekspor, dengan harga dan volume ekspor minyak sawit mentah yang lebih rendah menjadi penyebab utama penurunan tersebut. Pendapatan keseluruhan dari cukai dan pajak turun sebesar 3,2 persen pada tahun berjalan hingga tanggal 15 Maret.
Pendapatan bukan pajak terpukul oleh lemahnya produksi dan harga batu bara, dengan angka keseluruhan turun 12,3 persen pada tanggal 15 Maret.
Di luar pajak, bea dan pajak, serta penerimaan negara bukan pajak, penerimaan negara tahun berjalan hingga 15 Maret turun 5,4 persen menjadi Rp 493,2 triliun.
Pemerintah membelanjakan Rp 470,3 triliun sejak awal tahun ini hingga 15 Maret, yang merupakan 14,1 persen dari total target belanja tahun ini, sehingga menghasilkan surplus anggaran sebesar Rp 22,8 triliun, setara dengan 0,1 persen PDB.
More Stories
Indonesia mencari kesepakatan perdagangan senilai US$3,5 miliar di Forum Kerja Sama Negara-negara Afrika
Indonesia menangkap seorang pria yang menjual cula badak melalui media sosial
Indonesia akan meningkatkan perlindungan cuaca bandara dengan Vaisala