Desember 25, 2024

Review Bekasi

Temukan Berita & berita utama terbaru tentang INDONESIA. Dapatkan informasi lebih lanjut tentang INDONESIA

Omnibus law Indonesia dalam keadaan limbo

FMenerima petisi yang diajukan oleh tiga individu dan tiga organisasi masyarakat sipil, Mahkamah Konstitusi Indonesia menguatkan UU No. 11 Tahun 2020 – Omnibus Act terkait penciptaan lapangan kerja, 78 undang-undang dan peraturan yang disahkan oleh DPR pada Oktober 2020 – inkonstitusional.

Pengadilan menginstruksikan pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kembali undang-undang tersebut dalam waktu dua tahun, meninggalkan banyak pertanyaan kepada pengacara dan klien mereka. “Putusan ini sangat membingungkan investor asing yang berbisnis di Indonesia, apalagi jika DPR gagal memperbaikinya dalam waktu dua tahun karena kita berpotensi kembali ke situasi pra-omnibus,” kata Ruben Sortman. Sumono Mulyadi & Rekan Noorjad.

Undang-undang yang diamandemen dengan Omnibus Act memuat 11 klaster, yaitu perizinan, pengembangan investasi, ketenagakerjaan, penelitian dan inovasi, pemberdayaan dan perlindungan usaha kecil menengah dan koperasi, perdagangan mudah, administrasi publik, pembebasan tanah, pembatasan dan sanksi, investasi publik, dan Rencana Strategis Nasional dan Kawasan Ekonomi.

“Departemen-departemen yang terkena dampak keputusan terbaru akan berada dalam 11 kluster,” kata Sordman.

Sumber Daya & Mitra
Beruntung Vallalangi

Namun, Luke Valalanki, Managing Partner Vallalangi & Partners di Jakarta, mengatakan MK lebih fokus pada kekurangan praktis dalam penetapan Omnibus Act.

“Pengadilan tidak serta merta membatalkan omnibus law, tetapi memerintahkan pemerintah dan DPR untuk mengubahnya dalam waktu dua tahun, dan jika tidak diubah dalam jangka waktu yang direkomendasikan, omnibus law akan dianggap inkonstitusional dan tidak sah secara permanen,” kata Valangi.

Dia menjelaskan, dalam kurun waktu dua tahun, Omnibus Act sudah berlaku namun pemerintah dilarang menerbitkan aturan penegakan baru. Semua izin usaha yang dikeluarkan sebelum putusan Pengadilan akan berlaku penuh.

“Namun, masih harus dilihat apakah pemerintah akan mengambil pendekatan konservatif dan menangguhkan aplikasi masa depan untuk semua izin usaha di bawah Omnibus Act, meskipun tidak mungkin untuk mempertimbangkan sikap positif konsisten pemerintah terhadap investasi,” kata Vallalangi. Wajar saja jika sistem hukum dan bisnis Indonesia diberi jaminan hukum.

Denny Rahmansyah, partner di SSEK Legal Adviser, mengakui investor asing tidak akan terlalu terpengaruh dengan transisi ini, karena semua 51 aturan pelaksanaan masih berlaku dan beroperasi penuh.

“Regulasi perizinan berbasis risiko bagi investor seringkali tidak tersentuh dan tidak berpengaruh pada operasional bisnis,” kata Rahmansya. “Namun, kami mencatat bahwa masih ada ketidakpastian seputar hasil putusan Mahkamah Konstitusi, yang menempatkan investor pada posisi menunggu dan melihat dampak dari setiap amandemen Omnibus Act.”

Rahmansya mencatat, banyak sektor yang terkena dampak Omnibus Act. Misalnya, sebelum berlakunya Omnibus Act Nomor 13 Tahun 2003. Hukum sumber daya manusia mengakui tenaga kerja atau subkontrak dan outsourcing layanan.

“Dengan berlakunya Omnibus Act, subkontrak tidak akan diakui sebagai sarana pemberian jasa,” kata Rahmansya. “Oleh karena itu, kami mencatat bahwa dalam hal terjadi perubahan Omnibus Act, ketentuan Subkontrak tersebut di atas dapat berubah dan/atau diatur lebih lanjut.”

Pramudya Oktavinanda UMBRA
Pramudya Oktavinanda

Mengacu pada prinsip-prinsip common law yang berlaku di Indonesia, mitra eksekutif UMBRA Pramudya Oktavinanda mengatakan bahwa tidak ada undang-undang yang dapat dicabut tanpa adanya putusan yang final dan mengikat dari Mahkamah Agung.

“Artinya aturan penegakan ini berlaku selama dianggap berbeda oleh Mahkamah Agung,” kata Oktavinanda. “Jika pemerintah dicegah untuk menegakkan aturan yang diamanatkan oleh Omnibus Act, efek buruk pada komitmen hukum kita tidak terbayangkan jika aturan penegakan yang ada dianggap tidak sah oleh undang-undang.”

Dari sudut pandang hukum yang ketat, Oktavinanda melihat putusan Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan besar bagi pemerintah dan DPR karena mereka memiliki cukup waktu untuk memperbaiki aspek hukum yang sah, memastikan bahwa itu adalah hukum konstitusional yang “bersih”. Pada akhir hari.

Oktavinanda menjelaskan, perintah MK untuk tidak menerbitkan kebijakan strategis dan aturan pelaksanaan baru belum dilaksanakan karena dua alasan.

Perintah seperti itu tidak berlaku untuk putusan MK bahwa Omnibus Act masih berlaku untuk dua tahun ke depan,” ujarnya. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan perintah yang kontradiktif yang tidak dapat dilaksanakan.”

“Yang terpenting, MK tidak punya kekuatan untuk mencegah pemerintah menerapkan kebijakan atau peraturan baru itu, atau jika pemerintah tidak mematuhinya, mereka tidak punya kekuatan untuk menegakkan perintah yang tidak sah itu,” katanya.