Desember 23, 2024

Review Bekasi

Temukan Berita & berita utama terbaru tentang INDONESIA. Dapatkan informasi lebih lanjut tentang INDONESIA

Mampukah Musik Etnik Indonesia Bertahan di Zaman Modern? – Seni budaya

Mampukah Musik Etnik Indonesia Bertahan di Zaman Modern?  – Seni budaya

Sylviana Hamdani (Jakarta Post)

Jakarta ●
Senin, 21 November 2022

21-11-2022
14:00
0
de1b0c052c86c85aa72db7b39c32f19e
1
Seni & Budaya
Musik etnik, musik, musik klasik, instrumen, musik live
Gratis

Pemerintah, grup musik etnik, dan pemangku kepentingan lainnya terlibat dalam mempromosikan musik etnik Indonesia.

Pertengahan 1980-an hingga awal 2000-an merupakan tahun emas bagi grup Sinar Baru. Pada tahun-tahun itu, Grup Musik Petawi menampilkan musik etnik Jakarta gambang kromong Pesta ulang tahun, pernikahan dan sangjit (Pertunangan) Sekitar Jakarta, Bogor, Debok, Tangerang dan Pegasi.

“Kami kebanyakan tinggal di jalan,” kata pendiri kelompok itu, Ugar Sukardi.

“Sulit menemukan waktu untuk bersantai di rumah karena kami tampil setiap hari kecuali Kamis malam.”

Setiap hari sepulang sekolah, banyak anak berkumpul di markasnya di Gunung Sindur, Pokor untuk belajar bermain. Kampung (sejenis permainan yang terbuat dari kayu), Menghantam (sejenis seruling bambu), Taehyung (sejenis alat musik gesek yang terbuat dari batok kelapa dan kayu jati) dan masih banyak alat musik lain yang digunakan dalam musik Petavi.

“Tapi itu dulu,” kata pria berusia 74 tahun itu dengan senyum sedih. “Hari-hari ini, [people’s] Selera musik telah berubah.”

Saat ini, grup beranggotakan 25 musisi dan penyanyi itu menganggap diri mereka beruntung jika diundang bermain dua kali sebulan. Mereka sekarang terutama tampil di dan sekitar Bogor.

November Sembilan karya klasik Sinar Baru ditampilkan dalam Festival Musik Etnik Internasional yang diselenggarakan oleh Grup Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada 7-8. gambang kromong Skor untuk penonton.

Grup Musik: Grup Sinar Baru menyediakan alat musik Orkestra: Grup Sinar Baru menampilkan partitur instrumental “Kampang Koromang” dalam Festival Musik Etnik Internasional di Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta pada 7 November. (JP/Sylviana Hamdani) (JP/Sylviana Hamdani)

Minat berkurang

Menurunnya minat terhadap musik etnik Indonesia dirasakan di setiap pelosok tanah air. Meski nusantara menjadi rumah bagi ribuan musik etnik dari hampir setiap suku, namun banyak generasi mudanya kini lebih memilih genre modern.

“Saya sangat prihatin dengan situasi ini sejak awal 2000-an,” kata Rino Dezapaty, salah satu pendiri grup musik etnik Riau Rhythm. “Pada tahun-tahun itu, label-label besar membombardir Indonesia dengan musik pop barat, alternatif, dan grunge. Banyak TV dan radio juga memutar lagu-lagu ini.

Iklan besar-besaran mengubah preferensi anak muda Indonesia terhadap musik etnik lokal.

“Saat itu saya melakukan survey kecil-kecilan dan ternyata anak muda Rhea sudah tidak mengenal lagi lagu-lagu etniknya,” kata Rino. “Ini mengejutkan.”

Penurunan minat negara terhadap musik etnis memengaruhi artis dan grup mereka.

Lebih dari separuh grup Sinar Baru berusia di atas 40 tahun. Dan sepulang sekolah tidak ada anak yang datang ke markas mereka untuk belajar bermain gambang kromong Hari-hari ini.

“Anak-anak zaman sekarang suka bermain gadget di waktu senggangnya,” kata Ugar Sukardi.

Karena permintaan musik etnik rendah, permintaan alat musik juga rendah.

Dalam sebuah diskusi di TIM, Kilang Ramadan, seorang drummer Indonesia yang aktif mengkampanyekan musik etnik Indonesia, mengungkapkan banyak pembuat alat musik etnik yang kini beralih profesi.

“Banyak dari mereka menelepon saya dan mengatakan mereka berganti pekerjaan Dugang Pakso [meatball peddler]”kata Kilong dengan senyum sedih.

Jika situasi mengerikan ini terus berlanjut, musik etnik Indonesia akan segera hilang. Namun untungnya, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan musik etnik tidak menunggu hal itu terjadi.

Payung hukum

Pada tahun 2017, Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo mengeluarkan UU No. 5 dirilis pada tahun 2017.

“Kita semua diberkati dengan UU 5 Tahun 2017 yang jelas menyatakan bahwa pemerintah melindungi musik etnik Indonesia,” tambah Kilang Ramadan.

Pada Maret 2018, penyanyi, musisi, dan produser Indonesia berkumpul di Amban untuk Konferensi Musik Indonesia (KAMI). Selama konferensi tiga hari tersebut, pemangku kepentingan musik Indonesia merilis 12 poin deklarasi bahwa mereka akan bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi musik etnik Indonesia.

Pada Agustus tahun lalu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, bersama dengan Yayasan Komunikasi Garavitan Indonesia, menyelenggarakan konferensi musik tradisional Indonesia pertama di Indonesia, yang mengamanatkan pendirian Perusahaan Pengelola Bersama (LMK) Pusaka Nusantara. Musik.

“LMK musik di Indonesia banyak sekali,” jelas Kilang. “Tapi musik tradisional Indonesia dengan kompleksitasnya yang begitu banyak, membutuhkan LMK-nya.”

Perusahaan baru ini didedikasikan untuk mendaftarkan pencipta lagu, penyanyi dan musisi etnis Indonesia dan karya-karya mereka, menerima royalti dari Perusahaan Pengelola Bersama Nasional (LMKN) dan mendistribusikan royalti kepada anggotanya.

“Kami mendaftarkan pencipta lagu, penyanyi, dan produser musik etnik Indonesia sebagai anggota kami,” kata Kilang.

Sekilas tentang Tradisi: Nov.  Arababu, alat musik asal Maluku, dimainkan pada Festival Musik Etnik Internasional di Taman Ismail Marsuki (TIM) pada 7-8.  (JP/Sylviana Hamdani)Sekilas tentang Tradisi: Nov. Arababu, alat musik asal Maluku, dimainkan pada Festival Musik Etnik Internasional di Taman Ismail Marsuki (TIM) pada 7-8. (JP/Sylviana Hamdani) (JP/Sylviana Hamdani)

Paparan tinggi

Sementara itu, di ibu kota, Dewan Kesenian Jakarta juga bekerja keras untuk lebih mengekspos musik etnik Indonesia. Sejak 2019, Grup Musik DKJ menggelar Festival Musik Etno tahunan di TIM.

Pada tahun 2021, festival tersebut berganti nama menjadi International Ethnic Music Festival karena juga menampilkan musik etnik dari negara lain.

Tahun ini, festival dua hari menampilkan penampilan dari lima kelompok musik etnis dari Aceh, Bali, Riau, Bogor (Jawa Barat) dan Ternate (Maluku) dan lokakarya tentang musik dan tarian etnis Amerika Latin.

“Rencananya kami akan menggelar open call tahun depan untuk menampilkan grup musik multietnik di festival tersebut,” ujar Adra Karim, Presiden DKJ Music Group saat festival berlangsung.

Grup musik ini juga merencanakan penampilan bersama antara musik etnik Indonesia dan genre musik lain di acara yang sama tahun depan.

“Mereka tidak akan menjadi sesi yang ramai,” kata Atra. “Kami ingin mereka melakukan eksplorasi menyeluruh terhadap dua genre musik yang mengarah pada pemahaman dan apresiasi yang lebih baik terhadap musik etnik Indonesia.”

Riset mendalam untuk proyek kolaborasi ini akan dimulai awal tahun depan.

Merger dan kolaborasi

Kelompok musik etnik juga berupaya untuk mengabadikan kesenian mereka.

Selama pertunjukan, grup musik Riaw Ritham sering menggabungkan grup rakyat Melayu dari daerah tersebut dengan genre musik Barat seperti disko klasik, elektro, dan RnB.

Pada tahun 2018, grup tersebut berkolaborasi dengan Spanish Arquesta de Camara de Ciorro (OCAS) selama tur mereka di Asturias, Spanyol.

“Kami telah melakukan berbagai kerjasama dan kajian [of Riau’s ethnic music] Sehingga generasi muda saat ini bisa merasakannya,” ujar Rino Dezapaty, co-founder Riau Rhythm.

Pada 18-20 November, Riau Rhythm akan tampil di ASEAN India Music Festival di New Delhi bersama grup musik etnik lain dari kawasan tersebut.

Grup musik etnis Bali Kadapat menggabungkan gamelan Bali dan musik elektro menjadi ansambel yang unik dan halus.

“Awalnya kami bermain-main dengan gamelan Bali dan instrumen digital untuk mengatasi stagnasi,” kata co-founder Kadapat I Gusti Nyoman Barga Sastrawadi. “Tapi kami menemukan bahwa elemen digital membantu anak muda saat ini terhubung dengan musik etnik Bali.”

Di sisi lain, Ugar Sukardi memilih untuk mengabadikan musik tradisional dari lingkungan terdekatnya.

“Cucu saya dan saya menjangkau anak-anak di lingkungan kami dan mendorong mereka untuk bermain gambang kromong Di tempat kami kalau ada waktu,” kata kakek 11 anak itu.

Empat cucu Ukar kini menjadi penyanyi dan instrumentalis di grup Sinar Baru. Berkat kampanye aktif mereka, enam anak dari lingkungan secara rutin berlatih musik etnik Petavi di markas mereka.

Salah satu cucu Ugar membuat akun Instagram dan YouTube untuk grup tersebut dan secara rutin mengunggah penampilan mereka ke akun tersebut.

“Mudah-mudahan unggahan ini akan membangkitkan minat baru gambang kromong Musik di kalangan anak muda saat ini,” kata pendiri grup tersebut.

“Saya yakin masih ada masa depan bagi musik etnik Indonesia,” tutup Ugar.