ANN/THE JAKARTA POST – Menteri Badan Usaha Milik Negara Erik Tohir mengungkapkan rencana penggabungan tiga maskapai penerbangan milik negara untuk meningkatkan layanan dan memangkas biaya.
Eric mencontohkan keberhasilan empat operator pelabuhan milik negara, Belinto 1, 2, 3, dan 4 yang berhasil menurunkan biaya keseluruhan sebesar 50 persen.
Namun, para ahli meragukan keefektifan gagasan ini.
Selanjutnya, pemerintah akan menggabungkan maskapai penerbangan milik negara: maskapai nasional Garuda Indonesia, anak perusahaan berbiaya rendah Citilink, dan Belita Air, cabang penerbangan dari perusahaan minyak milik negara, Pertamina.
“BUMN perlu memangkas biaya. Belinto merupakan gabungan dari empat perusahaan. Kami juga mendorong penurunan biaya seperti Belita Air, Citilink, dan Garuda Indonesia,” kata Eric dalam keterangannya.
Pada tahun 2021, Garuda Indonesia dan Citilink bersama-sama akan menguasai sepertiga pasar maskapai penerbangan penumpang domestik, menurut Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
Rencana itu diutarakan Erick saat berdiskusi dengan diaspora Indonesia di Tokyo yang diselenggarakan oleh Bank Negara Indonesia.
Dia mengatakan maskapai penerbangan milik negara Indonesia memiliki 550 pesawat, kurang 200 pesawat dari target resmi. Dia mengatakan bahwa dengan menggabungkan maskapai penerbangan, negara dapat membantu mencapai tujuan tersebut.
Direktur Utama Citilink Deva Katek Roy mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa ada rencana penggabungan tiga maskapai penerbangan milik negara dan komite dari Kementerian BUMN sedang menanganinya.
Dia mencatat, merger diharapkan terjadi tahun ini.
Irfan Setiaputra, CEO Garuda Indonesia, mengatakan dalam pernyataannya bahwa diskusi mengenai merger sedang berlangsung. Dia mengatakan proyek tersebut masih dalam tahap awal dan maskapai sedang menjajaki opsinya.
Sementara itu, Aktya Yogandari, sekretaris perusahaan Belita Air, mengatakan kepada The Post bahwa pihak maskapai mendukung rencana tersebut.
Haris Eko Farudin, analis Kementerian Perbankan BUMN, mengatakan kepada The Post bahwa perbedaan standar di antara ketiga maskapai milik negara tersebut akan meningkatkan kompleksitas merger dan prosesnya akan memakan waktu lebih lama.
Misalnya, Garuda yang merupakan maskapai full service tertinggi di antara tiga segmen maskapai reguler, disusul Belita Air sebagai maskapai medium service, dan Citilink sebagai maskapai bertarif rendah, ujarnya. Konsultan maskapai penerbangan yang berbasis di Jakarta, Jerry Sojadman, mengakui bahwa standar layanan yang berbeda berkontribusi terhadap sulitnya konektivitas dan menekankan pentingnya pilihan manajemen.
“Untuk meningkatkan efisiensi biaya, jika kita menggabungkan Citilink dan Pelita Air, sebaiknya gunakan pengelolaan Pelita Air sebagai holding karena posisi keuangannya yang sehat,” kata Jerry. Pos.
Namun, apakah Garuda Indonesia mau melepas anak usahanya, Citling? dia menambahkan.
Pada bulan Juni tahun lalu, Garuda Indonesia menerima persetujuan kreditur untuk merestrukturisasi utang sebesar Rp142 triliun, sekitar USD9 miliar. Garuda sebelumnya dinyatakan pailit secara teknis oleh Kementerian BUMN karena tidak mampu membayar utangnya.
Pada Juni tahun ini, Garuda membukukan rugi bersih sebesar USD 76,5 juta. Gerry mengatakan merger tersebut dapat mengganggu maskapai pelat merah yang kini fokus utamanya adalah meningkatkan kinerja keuangan.
Ia menambahkan, jika pihak maskapai mendapatkan kembali kepercayaan dari pihak penyewa dengan keuntungan yang baik, maka permasalahan tidak tersedianya pesawat penumpang di dalam negeri dapat teratasi.
More Stories
Indonesia mencari kesepakatan perdagangan senilai US$3,5 miliar di Forum Kerja Sama Negara-negara Afrika
Indonesia menangkap seorang pria yang menjual cula badak melalui media sosial
Indonesia akan meningkatkan perlindungan cuaca bandara dengan Vaisala