Hubungan antara epidemiologi dan diplomasi telah diuji. Terlepas dari hasil luar biasa dari kerja sama internasional dalam penelitian COVID-19, tantangan seperti politisasi vaksin tetap ada, memicu ketegangan dan respons yang terfragmentasi antara negara maju dan berkembang. Dalam hal ini, Diplomasi vaksin Ini dianggap oleh banyak orang sebagai kompetisi untuk pengaruh geopolitik, daripada kerja sama global yang menguntungkan semua pihak. Pada tahun 2020, ketika dunia mengalami krisis, kami mengalami hubungan yang mendalam antara sains dan kebijakan luar negeri.
Dengan pemikiran ini, inilah saatnya untuk merenungkan perlunya mendorong sains ke garis depan kelas kebijakan global.
diplomasi ilmiah Sebuah konsep yang relatif inovatif bagi para politisi, pembuat kebijakan atau masyarakat umum di Indonesia. Tapi itu telah menjadi bagian penting dari perdebatan di luar negeri, terutama karena sains, inovasi, dan teknologi sering mengganggu hubungan internasional. Ilmuwan yang menerima tanggung jawab diplomatik untuk mewakili kepentingan nasional ke negara lain atau diplomat yang berspesialisasi dalam sains adalah pemain kunci dalam jenis diplomasi ini.
Indonesia, seperti banyak negara berkembang, perlu memikirkan kembali dan memperkuat diplomasi ilmiahnya dalam menghadapi tantangan global seperti epidemi, perubahan iklim, proliferasi senjata nuklir, kerusakan keanekaragaman hayati, dan malnutrisi. Semua tantangan tersebut membutuhkan kerjasama internasional, yang harus dibantu oleh lebih banyak ahli di bidang diplomasi ilmiah. Diharapkan mereka tidak hanya memahami hubungan ilmiah-diplomatik, tetapi juga pentingnya persatuan global dalam memecahkan masalah yang ada.
Meskipun diplomasi ilmiah tidak secara eksplisit tercermin dalam dokumen strategis Indonesia, kebijakan luar negeri negara memiliki sejarah panjang dalam mengejar diplomasi ilmiah yang praktis dan efektif. Diplomasi ilmiah dilaksanakan melalui partisipasi aktif Indonesia dalam Badan Tenaga Atom Internasional dan Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Menyeluruh. Kedua organisasi ini terkenal karena tujuannya untuk meningkatkan kolaborasi antara ilmuwan dan pembuat kebijakan.
Sejak tahun 2013, ilmuwan Indonesia dari Lembaga Penelitian Energi Atom (ORTN) di Badan Penelitian dan Inovasi Nasional (BRIN) telah bekerja sama dengan IAEA dan FAO untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk pertanian. Sebagai hasil dari kerjasama ini ditemukan varietas baru beras, kedelai, jagung, gandum, kacang tanah dan pisang. Hasilnya, pada September 2021, Indonesia menerima Penghargaan Prestasi Luar Biasa FAO/IAEA, yang membuktikan bahwa diplomasi sains dapat diubah menjadi upaya bersama yang memiliki implikasi sosial langsung.
Contoh lainnya adalah penggunaan sistem alarm global oleh ilmuwan Indonesia bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Iklim, dan Geofisika (BMKG) CTBTO untuk memantau uji coba nuklir. Hingga saat ini, enam stasiun seismik telah didirikan di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. Stasiun-stasiun ini terhubung ke markas CTBTO di Wina, dan telah terbukti berguna dalam memantau dan memverifikasi banyak aplikasi, seperti tanda uji coba nuklir dan peringatan tsunami.
Menciptakan jembatan penghubung antara komunitas ilmiah dan diplomatik penting pada tahap ini. Perguruan tinggi dapat memainkan peran penting dengan memperkenalkan diplomasi sains di dalam kelas. Demikian pula, Kementerian Luar Negeri, Ilmu Pengetahuan, Inovasi dan Teknologi Indonesia dapat lebih membekali para duta besarnya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi yang sering mengganggu hubungan internasional.
Penting juga untuk meningkatkan keterlibatan Indonesia dalam jaringan terkait ilmu pengetahuan. Para ilmuwan dapat membawa pemahaman teknis tingkat tinggi dan keterampilan pemecahan masalah yang inovatif ke dalam diplomasi, yang memungkinkan dampak dan praktik yang lebih besar. Saat ini, hanya ada satu koordinator sains di Wina. Oleh karena itu, ilmuwan Indonesia harus ditunjuk di kedutaan besar di luar negeri.
Ide-ide ini sejalan dengan tujuan BRIN untuk menciptakan ekosistem penelitian, inovasi dan solidaritas yang kuat untuk meningkatkan potensi Indonesia menjadi negara maju. Diplomasi ilmiah yang kuat akan menjadi katalis bagi penemuan dan inovasi yang berarti dan sebagai alat untuk memperkuat kontribusi ilmiah Indonesia dalam memecahkan masalah global melalui kerja sama internasional.
Secara keseluruhan, penting untuk menyadari bahwa tidak ada solusi satu ukuran untuk semua untuk membawa sains lebih dekat ke pelopor kebijakan luar negeri, mengingat perbedaan dalam nilai, kemampuan, dan jalur karier antara komunitas ilmiah dan diplomatik. Jadi, manfaatkan setiap peluang. Jika pendekatan ini berhasil, itu akan menegaskan kembali tekad Indonesia untuk mencapai diplomasi efektif yang akan menguntungkan seluruh rakyat Indonesia, sambil memungkinkan negara untuk mengembangkan sistem adaptif dan fleksibel yang akan membantu mencegah tantangan global di masa depan.
Jika Anda tertarik untuk menulis ke International Policy Digest – kirim email kepada kami melalui [email protected]
More Stories
Indonesia mencari kesepakatan perdagangan senilai US$3,5 miliar di Forum Kerja Sama Negara-negara Afrika
Indonesia menangkap seorang pria yang menjual cula badak melalui media sosial
Indonesia akan meningkatkan perlindungan cuaca bandara dengan Vaisala