KTT G20 bulan lalu di Bali, Indonesia, diakhiri dengan deklarasi tentang bagaimana mendorong pemulihan ekonomi global dan mengatasi tantangan global, termasuk bagaimana memitigasi dampak pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina terhadap ekonomi global. Perubahan iklim, mempromosikan inovasi digital, mengamankan ketahanan pangan dan energi, mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB dan memfasilitasi kerja sama ekonomi global.
Beberapa organisasi kerja sama ekonomi telah dibentuk di kawasan Asia-Pasifik selama bertahun-tahun, termasuk Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, ASEAN-Plus, dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
RCEP memiliki 15 negara anggota – 10 negara anggota ASEAN, China, Jepang, Republik Korea, Australia, dan Selandia Baru. Dan menurut data Bank Dunia, RCEP mewakili sekitar 30 persen populasi dunia dan menyumbang 30 persen PDB global.
Dalam RCEP, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia, dengan volume perdagangan mencapai $124 miliar pada tahun 2021, dan Kemitraan Komprehensif Strategis Indonesia-Tiongkok berkembang tidak hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam investasi, pariwisata, dan pertukaran orang-ke-orang.
Namun, hubungan diplomasi antara Indonesia dan China mengalami pasang surut belakangan ini. Mulai dari tokoh BJ Habibi dan Abdurrahman Wahid hingga Megawati Sukarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, Indonesia dan China telah memajukan hubungan berdasarkan ikatan perdagangan dan ekonomi.
Indonesia dan Tiongkok memiliki beberapa jembatan ekonomi bilateral dan multilateral, seperti ASEAN+Tiongkok, RCEP, dan Belt and Road Initiative yang diusulkan Tiongkok. Faktanya, Presiden Xi Jinping mengusulkan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 (digabungkan dengan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra untuk membentuk Inisiatif Sabuk dan Jalan) ketika ia berpidato di depan DPR RI di Jakarta pada bulan Oktober 2013. Negara ini berkomitmen untuk mendorong ketetanggaan yang baik melalui pembangunan kepercayaan dan inisiatif serta hubungan kejujuran dan persahabatan dengan negara-negara anggota ASEAN.
Sepanjang sejarah, Asia Tenggara telah menjadi pasar penting bagi China dan China. Presiden Indonesia Joko Widodo telah menyoroti pentingnya kawasan ini, khususnya posisi geografis Indonesia, dengan inisiatif maritim strategisnya yang disebut “Poros Maritim Global”, yang melengkapi Inisiatif Sabuk dan Jalan dan akan membantu mendorong pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.
Pada tahun 2018, Indonesia dan Tiongkok menandatangani nota kesepahaman untuk mendorong kerja sama infrastruktur. Indonesia telah membangun banyak hub komersial. Ini mengembangkan Sumatera Utara sebagai pusat ekonomi, Kalimantan Utara sebagai pusat energi dan mineral, Bali sebagai pusat ekonomi teknologi tinggi dan kreatif, dan Sulawesi Utara sebagai pusat ekonomi Lingkar Pasifik.
Kerangka kerjasama bilateral meliputi pengembangan kawasan industri, pembangkit listrik, pengelolaan limbah, transportasi, pelabuhan, zona ekonomi khusus, 5G dan perikanan. Proyek pengembangan khusus seperti Karawang dan Tangerang Industrial Park, Morowali Industrial Park dan Jakarta-Bandung High Speed Rail juga termasuk dalam kerangka tersebut.
Padahal, proyek kereta cepat itu diperkirakan akan selesai pertengahan tahun depan. Proyek ini merupakan tonggak penting dalam kerja sama Sino-Indonesia dan landasan untuk kerja sama yang lebih dalam di bawah kerangka Belt and Road Initiative dan Poros Maritim Global.
Namun terlepas dari keberhasilan Belt and Road Initiative dan proyek poros maritim global, beberapa warga Indonesia khawatir bahwa ketergantungan pemerintah Indonesia yang berlebihan pada China untuk pembangunan infrastruktur dan investasinya dapat mendorong Indonesia ke dalam “perangkap utang”. proyek pembangunan Tiongkok-Indonesia.
Karena itu, pemerintah Indonesia harus menjelaskan dengan jelas pentingnya dan manfaat proyek pembangunan Sino-Indonesia kepada masyarakat Indonesia sebelum menyelesaikannya. Ini akan membantu mencegah kesalahpahaman dan tuduhan palsu. Dan pemerintah China perlu lebih memahami pesimisme masyarakat Indonesia.
Untuk menjaga kerja sama yang sehat dan bermanfaat, Indonesia dan China harus fokus pada masalah sosial yang tidak berwujud daripada hanya berfokus pada manfaat yang nyata.
Kerangka pembangunan yang terintegrasi adalah jalan menuju keberhasilan ekonomi baik bagi China maupun Indonesia. Dengan populasi sekitar 1,69 miliar dan PDB sekitar $16 triliun, Cina dan Indonesia menyumbang setengah dari ekonomi Asia Timur. Selain itu, kedua anggota G20 bersama-sama dapat berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Singkatnya, Indonesia dan Tiongkok harus terus bekerja sama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Zia kamu Indonesia-Cina!
Penulis adalah presiden Asosiasi Kerjasama Ekonomi, Sosial dan Budaya Indonesia-China.
Tampilan tidak selalu mencerminkan China Daily.
“Penggemar budaya pop. Pengacau ramah hipster. Pakar media sosial yang menawan.”
More Stories
Indonesia mencari kesepakatan perdagangan senilai US$3,5 miliar di Forum Kerja Sama Negara-negara Afrika
Indonesia menangkap seorang pria yang menjual cula badak melalui media sosial
Indonesia akan meningkatkan perlindungan cuaca bandara dengan Vaisala