Desember 27, 2024

Review Bekasi

Temukan Berita & berita utama terbaru tentang INDONESIA. Dapatkan informasi lebih lanjut tentang INDONESIA

Menjadikan ekspor sebagai penyangga ekonomi bagi Indonesia di tengah ketidakpastian

Menjadikan ekspor sebagai penyangga ekonomi bagi Indonesia di tengah ketidakpastian

JAKARTA (ANTARA) – Tahun 2022 dipandang sebagai tahun transisi bagi negara-negara di dunia untuk bangkit dari pandemi COVID-19.

Sebelumnya, orang tidak punya pilihan selain tinggal di rumah, namun setelah pembatasan pergerakan dicabut, tingkat konsumsi naik, yang berdampak pada tingkat inflasi.

Sementara inflasi tetap tinggi pada awal 2022, otoritas moneter mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, yang menurut mereka wajar dalam transisi ke periode pasca pandemi.

Namun, invasi Rusia ke Ukraina pada Maret tahun lalu telah mendorong harga pangan dan energi, dengan tingkat inflasi yang tinggi.

Bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga utama untuk mengekang inflasi. Namun, inflasi belum mereda dan ada risiko resesi global pada akhir tahun 2022.

Namun, di awal tahun 2023, ternyata situasinya tidak separah yang dikhawatirkan. Misalnya, inflasi di AS turun menjadi 6,5 persen.

Namun, krisis perbankan global baru-baru ini muncul, seperti runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di AS dan krisis yang dihadapi oleh Credit Suisse dan Deutsche Bank di Eropa.

Krisis ini terus menimbulkan ketidakpastian ekonomi global.

Berita terkait: Perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global: resmi

Ekonom dan Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, Augustinus Prasetiantoko menjelaskan, resesi, suku bunga dan krisis perbankan pasti berdampak pada kondisi keuangan Indonesia.

Dia mengatakan pasar modal bergejolak dan rupiah melemah, menambah tekanan pada Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga utamanya.

Namun dari segi perdagangan, bahkan setelah Perang Rusia-Ukraina, ekspor Indonesia didominasi oleh barang.

Kenaikan harga komoditas telah meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran.

“Kita sebenarnya diimbangi oleh situasi. Tekanan pada jalur keuangan diimbangi oleh jalur perdagangan, di mana ekspor menjadi penyangga terhadap gejolak yang muncul, sehingga ketahanan ekonomi kita tetap terjaga,” katanya.

Menurut Prasetiantoko, sektor ekspor berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,31 persen pada tahun 2022. Prasetyantoko memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari lima persen pada 2023.

Sementara sektor ekspor Indonesia telah didorong oleh kenaikan harga pangan dan komoditas global, menjadikannya sebagai penyangga ekonomi yang sebenarnya adalah persyaratan untuk masa depan, katanya.

“Tahun 2022 kita masih diuntungkan karena dari aspek harga komoditas, ekspor kita sebagian besar berbasis komoditas. Kedepan kita perlu membuat ekspor kita lebih canggih, yaitu sektor manufaktur,” ujarnya.

Pada Februari 2023, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus US$5,47 miliar, namun tren kinerja ekspor menurun dari US$27,86 miliar pada Agustus 2022 menjadi US$21,4 miliar pada Februari 2023.

Hal ini terjadi akibat koreksi harga komoditas dan berkurangnya permintaan di banyak negara yang mengalami resesi.

“Ini sebuah pencapaian. Selama 33 bulan, neraca perdagangan kita selalu surplus. Ini merupakan keadaan yang patut kita syukuri dan banggakan di dunia yang saat ini sedang mengalami resesi,” kata Prasetyandoko.

Namun, dia mencatat bahwa Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas.

“Ketika harga barang turun, surplus juga turun,” katanya.

Berdasarkan Economic Complexity Index (ECI) Economic Complexity Laboratory MIT Media Lab, ekspor Indonesia pada 2020 bergantung pada briket batu bara dan minyak sawit, masing-masing sebesar 8,78 persen dan 10 persen dari total ekspor.

ECI merupakan indikator yang menunjukkan seberapa kompleks atau beragam produk suatu negara, semakin besar kemungkinannya untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.

Dia menekankan bahwa Indonesia harus beralih ke ekspor barang manufaktur berbasis komoditas.

Prasetyantoko mengapresiasi kebijakan hilirisasi industri yang diterapkan pemerintah yang diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

Sementara itu, Indonesia bertekad menjadi pemain global utama dalam industri hilir berbasis komoditas dengan mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan industri hilir berbasis sumber daya alam.

Menurut US Geological Survey, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Indonesia memiliki cadangan nikel 21 juta ton atau 22 persen dari cadangan dunia.

Produksi nikel Indonesia juga telah mengungguli Filipina sebanyak 370 ribu ton dan Rusia sebanyak 250 ribu ton untuk memuncaki daftar satu juta ton.

Ekspor hilir nikel memberikan kontribusi positif sebesar 2,17 persen terhadap total ekspor migas pada tahun 2022.

“Kalau Indonesia ingin beranjak dari middle income country menjadi negara maju, tahun milestone-nya adalah 2045, artinya 100 tahun Indonesia, menurut saya harus didesain dengan baik, salah satunya produk ekspor kita harus lebih banyak. Diversifikasi ,” kata Prasetyandoko.

Ia mengatakan, Indonesia perlu membangun basis industri manufaktur yang kuat yang memerlukan upaya dan dukungan jangka panjang dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan konsultasi.

Kementerian Keuangan memiliki Indonesia Eximbank (LPEI) yang menyediakan layanan pembiayaan ekspor nasional untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mendorong program ekspor nasional melalui program pembiayaan, penjaminan dan asuransi.

“Logikanya, kegiatan LPEI diperlukan karena tanpa itu saya kira industri dalam negeri tidak akan tumbuh dengan baik,” ujar Prasetiantogo.

Kontribusi LPEI terhadap pembiayaan di sektor manufaktur mencapai Rp39 triliun (sekitar US$2,5 juta) atau 47 persen dari total pembiayaan.

Pembiayaan dilakukan dengan konsep value chain pembiayaan usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi pemasok segmen korporasi.

Namun, LPEI tidak bisa bekerja sendiri. Meningkatkan perekonomian dalam negeri dengan meningkatkan daya saing ekspor memerlukan kerjasama lintas departemen dan lintas kementerian, terutama untuk membantu UKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia go global.

Berita Terkait: Pasar Ekspor Indonesia Tumbuh di Asia Selatan
Berita terkait: Kementerian menjabarkan strategi menghadapi proyeksi resesi global
Berita Terkait: Menteri berangkat ke India untuk mendukung ekspor komoditas unggulan RI

Diterjemahkan oleh: Citro A, Kensu
Pengarang : Sri Haryati
Hak Cipta © ANTARA 2023