JAKARTA, 23 Agustus: Regulator keuangan Indonesia berencana meluncurkan peraturan untuk mengatur perdagangan karbon pada akhir tahun ini.
Pertukaran ini merupakan bagian dari upaya Indonesia, salah satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia, untuk mengurangi emisi lebih dari 30% pada tahun 2030 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
Menurut aturan yang dipublikasikan pada hari Rabu, bursa akan diizinkan untuk memfasilitasi perdagangan lintas batas.
Perdagangan ini akan menggunakan sistem pembatasan dan perdagangan (cap-and-trade), dimana tingkat polusi akan dibatasi dan tunjangan dapat diperdagangkan oleh dunia usaha, menurut laporan Reuters sebelumnya.
Dalam aturan baru, disebutkan bahwa perdagangan akan menggunakan sertifikat yang menunjukkan jumlah pengurangan emisi gas rumah kaca yang diukur dalam satu ton karbon dioksida.
Aturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu mulai berlaku pada 2 Agustus.
Aturannya, penyelenggara bursa harus merupakan perusahaan yang berbasis di Indonesia, namun 20% hak suaranya harus dimiliki baik langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan asing.
Pekan lalu, OJK menyebutkan beberapa perusahaan sudah menyatakan minatnya menjadi operator, namun belum ada keputusan.
OJK sebelumnya menyatakan akan memulai perdagangan karbon pada September.
Indonesia awalnya berencana untuk menerapkan pajak karbon atas emisi yang tidak diimbangi dengan kredit karbon, namun para pejabat menunda penerapannya, menunggu “kondisi ekonomi” yang tepat.
Laporan oleh Stefano Suleiman
Standar kami: Prinsip Kepercayaan Thomson Reuters.
“Penggemar budaya pop. Pengacau ramah hipster. Pakar media sosial yang menawan.”
More Stories
Indonesia mencari kesepakatan perdagangan senilai US$3,5 miliar di Forum Kerja Sama Negara-negara Afrika
Indonesia menangkap seorang pria yang menjual cula badak melalui media sosial
Indonesia akan meningkatkan perlindungan cuaca bandara dengan Vaisala